Apabila ditinjau secara bahasa, hadis maudhu’ merupakan
bentuk isim maf’ul dari wadho’a- ya
dho’u. Kata wadho’a memiliki beberapa makna, antara lain, “menggugurkan”,
misalnya kalimat wadho’al Jinayata ‘anhu (Hakim menggugurkan hukuman dari
seseorang). Juga bermakna attarku (meninggalkan),
misalnya ungkapan ibilum maudhuahu (Unta
yang ditinggalkan di tempat pengembalanya).
Selain itu, juga bermakna al-iftirou
wal ikhtilaqu (Mengada-ada dan membuat-buat), misalnya
kalimat, wadhoa fulanu hadihil qishota (Fulan membuat-buat dan mengada-ngada
kisah itu).[1]
Adapun pengertian hadis maudhu’ menurut istilah
para muhaditsin adalah sebagai berikut:
“Sesuatu yang
dinisbatkan kepada Rosulullah SAW, secara mengada-ada dan dusta, yang tidak
beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan.”
Dari pengertian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa
hadis maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Baik perbuatan, perkataan, maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta
semata-mata. Dalam penggunaan Masyarakat Islam, hadis maudhu’ disebut juga
dengan hadis palsu.[2]
[1] Lihat Al-Qamus Al-Muhits, hlm.
94. Juz III. Pokok kata W-DH-‘A.
[2] Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul
Al-Hadis. Terj. H.M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta : Gaya Media
Pratama. Hlm. 352
0 komentar:
Posting Komentar