Pembicaraan tentang
filsafat Islam tidak bisa terlepas dari pembicaraan filsafat secara umum.
Berpikir filsafat merupakan hasil usaha manusia yang berkesinambungan diseluruh
jagad raya ini. Akan tetapi, berpikir filsafat dalam arti berpikir bebas dan
mendalam atau radikal yang tidak pengaruhi oleh dogmatis dan tradisi disponsori
oleh filosof-filosof Yunani.
Oleh karena itu, sebelum kita memperkenalkan
filsafat Islam secara khusus, ada baiknya kita perkenalkan terlebih dahulu
filsafat secara umum.
Akal merupakan salah
satu aungerah Allah swt yang paling istimewa bagi manusia. Sudah sifat bagi
akal manusia yang selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu termasuk dirinya
sendiri. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia bukan dibawa sejak lahir karena
manusia ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an surat An-Nahl: 78 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (Q.S. An-Nahl: 78).
Ada dua bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan yang bukan berdasarkan
hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan pertama diperoleh manusia melalui wahyu,
sedangkan pengetahuan yang kedua diperoleh oleh manusia melalui indra dan akal.[1]
Pengetahuan dalam bentuk kedua ini ada yang disebut dengan pengetahuan indra,
pengetahuan ilmu (sains), dan
pengetahuan filsafat.[2]
[1] Jujun S.Suria
Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 44.
[2] Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1985, hal. 1
0 komentar:
Posting Komentar