Home » » Hukum Tradisi Kenduri Dan Tahlilan

Hukum Tradisi Kenduri Dan Tahlilan

BAB I
PEMBAHASAN

A.    Definisi Tahlilan
Tahlilan berasal dari kata Hallala-Yuhallilu-Tahliilan, yaitu membaca kalimat “Laailaaha illallaahu” (Tiada Tuhan selain Allah). Bila dilihat dari definisi ini sudah barang tentu tahlilan hukumnya wajib, atau paling tidak mubah. Bila ada dari orang Islam yang mengatakan haram membaca
Tahlil (berdasarkan definisi ini) maka  ia wajib ditegur, dinasehati, bahkan bila perlu diperangi. Namun tahlilan juga mempunyai makna lain, dimana tahlilan bukan hanya diartikan sebagai bacaan kalimat syahadat belaka seperti pada makna diatas tadi, akan tetapi tahlilan diartikan sebagai suatu bentuk ritual keagamaan dalam rangka mengirim doa, memohonkan
ampunan kepada Allah, dan memohonkan syafa’at kepada baginda Muhammad SAW untuk para ruh, baik itu orang tua kita sendiri, anak, kerabat, kawan, dan guru, serta kaum muslim-muslimat yang telah wafat. Tahlilan dilakukan diberbagai acara. Seperti selamatan kematian (hari pertama sampai hari ke tujuh, hari ke lima belas, empat puluh hari, seratus hari, dan satu tahun yang dikenal dengan nama haul), ziarah ke kubur, pembukaan dari suatu acara, dan berbagai macam acara lainnya. Bahkan saat ulang tahun atau tasyakuran menyambut tahun baru pun tahlilan juga diselenggarakan.

Umumnya, tahlilan dibuka dengan pembacaan istighfar, lalu pembacaan surat Al Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau, para guru, para almarhum-almarhumah dari si shahibul walimah, dan untuk seluruh kaum muslim-muslimat. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat Yaasin, Al Ikhlash, Al Mu’awwidzatain, awal dan akhir surat Al Baqarah. Setelah itu pembacaan kalimat tahlil (laa ilaaha illallaahu), kalimat tasbih (Subhaanallaahi wa bihamdihi), dan terakhir pembacaan shalawat kepada baginda Nabi SAW kemudian ditutup dengan pembacaan do’a. Di beberapa tempat, acara tahlilan ini juga diisi dengan pembacaan riwayat Nabi SAW, seperti Barzanzi dan Diba’i. Sebelum acara tahlilan ditutup biasanya juga diisi terlebih dahulu dengan pemberian tausyiah atau mau’idzatul hasanah, nasehat dan wejangan dari seorang atau beberapa ulama untuk keluarga shahibul walimah maupun kepada jama’ah yang hadir. Biasanya tema besarnya adalah menyangkut persoalan kematian. Apabila acara tahlilan ini diselenggarakan atas permintaan seseorang, maka saat seluruh rangkaian acara ini selelai, sebagai ungkapan terima kasih dari shahibul walimah kepada para jama’ah yang telah hadir, biasanya diberikan berkat, yakni semacam oleh-oleh buat jama’ah. Ada yang berupa nasi lengkap dengan lauknya, ada juga berupa bahan sembako. Semua tergantung pada kemampuan si shahibul walimah itu sendiri.

B.    Dasar Hukum Tahlilan
Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ?

Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yg Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, Bahwa:
“seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yg telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”,

عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ثم يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
Artinya:
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw menjawab : “Boleh” (Shahih Muslim hadits no.1004).
dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yg telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits no.1967).

C.    Sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian
Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di pulau jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang popular dengan sebuatan wali songo. Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berpusat di Demak Jawa Tengah. Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam. Para ulama yang sembilan (wali songo) dalam menangguangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN. ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain. Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari’at Islam tanpa reseve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH. Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati. Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari’at Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman.

D.    Memberi Jamuan Terhadap Tamu

عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ثم يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
artinya:
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw menjawab : “Boleh” (Shahih Muslim hadits no.1004).

Berkata Al Hafidh Al Imam Nawawi rahimahullah :

وفي هذا الحديث أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء

“Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa doa” (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
Maka bila keluarga rumah duka menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit, demikian kebanyakan orang orang yg kematian, mereka menjamu tamu2 dengan sedekah yg pahalanya untuk si mayyit, maka hal ini sunnah.
Lalu mana dalilnya yg mengharamkan makan dirumah duka?
Mengenai ucapan para Imam itu, yg dimaksud adalah membuat jamuan khusus untuk mendatangkan tamu yg banyak, dan mereka tak mengharamkan itu :
Perlu diketahui bahwa Makruh adalah jika dihindari mendapat pahala dan jika dilakukan tidak mendapat dosa.
1. Ucapan Imam nawawi yg anda jelaskan itu, beliau mengatakannya tidak disukai (ghairu Mustahibbah), bukan haram, tapi orang wahabi mencapnya haram padahal Imam Nawawi mengatakan ghairu mustahibbah, berarti bukan hal yg dicintai, ini berarti hukumnya mubah, dan tidak sampai makruh apalagi haram, dan yg dimaksud adalah mengundang orang dengan mengadakan jamuan makanan (ittikhaadzuddhiyafah), beda dengan tahlilan masa kini bukanlah jamuan makan, namun sekedar makanan ala kadarnya saja, bukan Jamuan, hal ini berbeda dalam syariah, jamuan adalah makan besar semacam pesta yg menyajikan bermacam makanan, ini tidak terjadi pada tahlilan manapun dimuka bumi, yg ada adalah sekedar besek atau sekantung kardus kecil berisi aqua dan kue kue atau nasi sederhana sekedar sedekah pada pengunjung, maka sedekah pada pengunjung hukumnya sunnah.

2. Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy menjelaskan adalah :

من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة

“Mereka yg keluarga duka yg membuat makanan demi mengundang orang adalah hal Bid’ah Munkarah yg makruh” (bukan haram).
Semoga anda mengerti bahasa, bahwa jauh beda dengan rumah duka yg menyuguhkan makanan untuk tamu yg mengucapkan bela sungkawa, jauh berbeda dengan membuat makanan demi mengundang orang agar datang, yg dilarang (Makruh) adalah membuat makanan untuk mengundang orang agar datang dan meramaikan rumah, lihat ucapan beliau, bid;ah buruk yg makruh.., bukan haram, jika haram maka ia akan menyebutnya : Bid’ah munkarah muharramah, atau cukup dengan ucapan Bid’ah munkarah, maka itu sudah mengandung makna haram, tapi tambahan kalimat makruh, berarti memunculkan hukum sebagai penjelas bahwa hal itu bukan haram, Entahlah para wahabi itu tak faham bahasa atau memang sengaja menyelewengkan makna, sebab keduanya sering mereka lakukan, yaitu tak faham hadits dan menyelewengkan makna.
Dalam istilah istilah pada hukum syariah, sungguh satu kalimat menyimpan banyak makna, apalagi ucapan para Muhaddits dan para Imam, dam hal semacam ini sering tak difahami oleh mereka yg dangkal dalam pemahaman syariahnya.
E.    Pendapat Ulama Organisasi Tentang Tahlilan
1.    Nahdlatul Ulama (NU)
NU atau Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan Ulama') sejak awal memang terkenal dengan kegiatan tahlilan-nya. Kegiatan tahlilan menyebarkan bahkan mengakar di lingkungan masyarakat yang tersebar dakwah nahdliyyin, walaupun sebenarnya tahlilan tidak hanya dilakukan oleh warga nahdliyyin namun juga kaum Muslimin lainnya sebab tahlilan sudah ada sejak dahulu bahkan tidak hanya di Indonesia. Tahlilan banyak dibahas dalam buku-buku yang diterbitkan, situs remsinya http://www.nu.or.id, majalah-majalah yang diterbitkan NU dan lain sebagainya juga artikel-artikel yang ditulis oleh Masyayikh NU bahkan santri-santri NU baik senior maupun junior, termasuk juga para simpatisannya. Yang mana intinya tahlilan diterima, dilaksanakan dan dipertahankan dengan baik oleh mereka. Diantaranya Hal ini didasarkan pada beberapa kenyataan sebagai berikut:

1). Secara historis,keberadaan tahlil di Indonesia sudah ada jauh sebelum munculnya berbagai organisasi keagamaan baik yg mendukung atau menolaknya. Pada mulanya tradisi yg sarat dengan tasawuf ini dilakukan di pesantren dan kraton ,namun lambat laun dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga menjadi tradisi keagamaan yg tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.
2). Munculnya konflik keberterimaan tahlil oleh berbagai kelompok yg menolaknya sebenarnya hanya terjadi pada tingkat elit kelompok tersebut. Sementara ditingkat bawah tradisi tahlil tetap dilaksanakan, baik oleh massa dari kelompok yg membolehkannya juga massa dari kelompok yg membid’ahkannya.
3). Tahlil merupakan tradisi yg memiliki dimensi ketuhanan (Hablun minallah) yg mampu memberikan siraman rohani,ketenangan,kesejukan dan peningkatan keimanan juga memiliki dimensi social (Hablun minannas) yg mampu menumbuhkan rasa persaudaraan,persatuan dan kebersamaan. Keyakinan seperti itu jelas-jelas diungkapkan oleh masyarakat muslim dari berbagai golongan baik kaum konservatif, modernis, dan abangan.
4). Tahlil adalah masalah khilafiyah sehingga seharusnya tidak menjadi penghalang akan kebersamaan dan persatuan umat islam terutama untuk menegakkan ukhuwah islamiyah.

2.    Muhammadiyah
Organisasi yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan ini termasuk organisasi yang dikenal sebagai organisasi tidak menyetujui kegiatan tahlilan. Sehingga inilah yang kadang menjadi perdebatan dengan Nahdlatul 'Ulamaa', namun pada dasarnya perdebatan terjadi pada tingkat elit dalam bidang keilmuan Islam, sedangkan pada tingkat akar rumput, masyrakat kebanyakan berbaur dalam kegiatan tahlilan walaupun ada juga yang tidak. Berikut diantara pernyataan resmi Muhammadiyah terkait tahlilan dalam sebuah jawaban dari pertanyaan dari Siswo S., Mojokerto, Jawa Timur (disidangkan pada Jum’at, 19 Ramadan 1429 H / 19 September 2008 M)  :

"Masalah tahlilan orang yang meninggal dunia merupakan masalah khilafiyah (terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama). Di kalangan para pendukung gerakan Islam pembaharu (tajdid) yang berorientasi kepada pemurnian ajaran Islam, seperti Muhammadiyah, sepakat memandang tahlilan orang yang meninggal dunia sebagai bid'ah yang harus ditinggalkan karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah. Adapun para pendukung gerakan Islam tradisional maupun gerakan tarekat, cenderung membolehkan dan bahkan menganjurkan tahlilan bagi orang yang meninggal dunia"

3.    Front Pembela Islam
Organisasi yang sangat aktif amar ma'ruf nahi mungkar dan di asuh oleh al-Habib Rizieq Syihab bukanlah organisasi yang kontra tahlilan namun organisasi yang selalu mengamalkan tahlilan termasuk juga cabang-cabangnya. Sedangkan berikut sedikit informasi yang mudah diketahui tentang tahlilan FPI. "Penangkapan 58 anggota FPI termasuk sang Ketua Habib Rizieq Shihab membuat para anggota FPI yang tersisa cukup syok. Tahlilan dan pengajian pun digelar. Tahlilan diikuti sekitar 30-an anggota FPI usai salat Magrib di Masjid Al Islah, Rabu (4/6) malam. Usai salat isya, tahlilan dilanjutkan dengan pengajian yang diisi ceramah seorang habib. " [Sumber] Di lingkungan penulis, cabang FPI selalu aktif merayakan Maulid Nabi, Tahlilan, Haul, khususnya pada malam tertentu, yang kebetulan di lingkungan penulis dilakukan setiap selasa sore dan hingga malam rabunya.
4.    Majelis Rasulullah
Hadirnya Majelis Rasulullah (http://www.majelisrasulullah.org) yang di asuh oleh al-'Allamah al-'Arif Billah al-Habib Munzir al-Musawa memberikan angin segar kepada mereka yang pro tahlilan, sebab didalam website tersebut terutama didalam forum tanya jawabnya cukup banyak menjawab pertanyaan seputar tahlilan.
"Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain. Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama."
F.    Titik Kontroversi Tahlilan
Jadi, sudah hampir dipastikan, tahlilan yang selama ini diperdebatkan adalah tahlilan dalam pengertian kedua, yakni suatu bentuk ritual-keagamaan yang di dalamnya berisikan diantaranya pembacaan ayat-ayat Al Qur’an dan zikir untuk kemudian pahalanya dihadiahkan kepada para almarhum-almarhumah. Dimana titik perdebatannya ada pada persoalan sampai atau tidaknya doa, dzikir, pembacaan surat dari Al Qur’an, sedekah itu kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Terlebih bila semua itu dilakukan bukan oleh anak si mayyit tersebut. Dan pada akhirnya muncullah ‘vonis’ bid’ah terhadap umat Muslim yang mengerjakan tahlilan.
G.    Pendapat Imam Mazhab
1.    Pendapat Mu’tazilah
Yang berpendapat bahwa hadiah pahala itu tidak sampai kepada orang yg meninggal dunia adalah ahlu bid’ah dan kaum mu’tazilah. Ibnu al-Qayyim menyatakan “ Para ahli bid’ah dari kalangan ahli kalam berpendapat bahwa pahala baik berupa do’a atau lainnya sama sekali tidak sampai kepada orang yg telah meninggal dunia” (al-Ruh,117). Imam al-Syaukani menambahkan “ Terjadi perbedaan pendapat mengenai persoalan sampai tidaknya pahala selain sedekah kepada orang yg telah meninggal dunia. Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa pahala selain sedekah tidak sampai” (Nail al-Aithar,IV,142)
2.    Pendapat Imam Syafi’i
Muhammad Ahmad Abdissalam menyatakan bahwa “ menurut pendapat yg masyhur dari madzhab Syafi’I serta segolongan dari ashhab al-Syafi’I bahwa pahala membaca al-Qur’an tidak sampai kepada mayit (Hukmu al_qira’ah Li-Amwat,18-19). Menyikapi pernyataan ini salah seorang tokoh Syafi’iyah,yakni Zakariya al-Anshari menyatakan “ Sesungguhnya pendapat yg masyhur dalam madzhab Syafi’I mengenai pembacaan al-Qur’an adalah apabila tidak dibaca di hadapan mayit serta pahalanya tidak diniatkan sebagai hadiah,atau berniat tetapi tidak dido’akan”(Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah Fi Ma’tam al-Arbain,43). Hal ini didasarkan pada pernyataan imam Syafi’I “ Disunnahkan membaca sebagian ayat al-Qur’an di dekat mayit,dan lebih baik jika mereka (pelayat) membaca al-Qur’an sampai khatam.(Dalil al-Falihin,IV,103). Dan banyak riwayat yg menyatakan bahwa Imam Syafi’I berziarah ke makam Laits bin Sa’ad dan membaca al-Qur’an di makam tersebut.”Sudah popular diketahui banyak orang bahwa Imam Syafi’I pernah berziarah ke makam Laits bin Sa’ad. Beliau memujinya dan membaca al_Qur’an sekali khatam di dekat makamnya. Lalu ia berkata ”Saya berharap bahwa hal ini senantiasa berlanjut dan terus dilakukan”(Al-Dakhirah al-Tsaminah,64).

BAB II
KESIMPULAN

Tardisi tahlilan menurut pendapat para Ulama yang mengikuti faham Imam Syafii boleh boleh saja, bahkan hukumnya bisa sunah, karena berdasarkan makna dari hadis Shahih Muslim hadits no.1004 yang intinya adalah apabila orang bersedekah  dan fahalanya disedekahkan kepada orang yang meninggal dan perbuatan ini Rasulullah tidak melarangnya, itu artinya jika tradisi tahlil ini dilaksanakan tidak akan sia-sia bahkan seluruh rangkaian peramalan tahlilan mengandung berkah, karena niat yang tulus dan sedekah yang dilakukan adalah merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Agama.

Referensi:

  *Al Hikam, http://www.mambaulhikam.org/content/view/36/36/1/2, dikutip tgl 07 Januari 2012
  *Habib Munzir Al Musawa, Forum Majelis Rasulullah, http://majelisrasulullah.org, dikutip tgl 07 Januari 2012
  *Vandenboz, www.kaskus.us/showthread.php?t=4135127, dikutip tgl 07 Januari 2012
  *al-Ustadz al-Fadlil Ali Asyhar Ketua PC. Lakpesdam NU Bawean & Dosen UNSURI Hasan Jufri,
  *www.ashhabur-royi.blogspot.com/2011/01/tahlil-dalam-perspektif-al-quran-sunnah.html, dikutip tgl 07 Januari 2012
 *al-Faqir Ats-Tsauriy, www.ashhabur-royi.blogspot.com/2011/03/peta-organisasi-tahlilan-dalam_18.html, dikutip tgl 07 Januari 2012
  *Al hikam, www.mambaulhikam.org/content/view/36/36/1/2, dikutip tgl 07 Januari 2012
 
Disusun oleh : Huzair i Ahmad

Ditulis Oleh : Unknown ~Materi Pendidikan

seocips.com Anda sedang membaca artikel berjudul Hukum Tradisi Kenduri Dan Tahlilan yang ditulis oleh Materi Pendidikan yang berisi tentang : yang suka dengan artikel tersebut silahkan Download dan klik share...

Blog, Updated at: 18.16

0 komentar:

Posting Komentar