Dengan menganut salah satu dari empat madzhab dalam fiqh, NU sejak berdirinya memang selalu mengambil sikap dasar untuk bermadzhab. Sikap ini secara konsekuen ditindak lanjuti dengan upaya pengambilan hukum fiqh dari referensi dari kitab-kitab fiqh yang umumnya dikerangkakan secara sisetematik dari beberapa komponen: ibadah, mu’amalah, munaqahah (mnhukum keluarga), jinayah/qadha’ (pidana/peradilan). Dalam hal ini para ulama NU dan forum bahstul masail mengarahkan orentitasnya pada pengambilan hukum kepada pendapat para mujtahid yang muthlaq maupun muntashib. Bila kebetulan ditemukan pendapat yang telah ada nashnya, maka qaul itulah yang dipegangi, kalau tidak ditemukan maka akan beralih ke pendapat hasil takhrij. Bila terjadi khilaf (perbedaan) maka diambil yang paling kuat sesuai pentarjihan ahli tarjih. Mereka juga sering mengambil keputusan sepakat dalam khilaf, akan tetapi mengambil sikap dalam menentukan pilihan sesuai dengan situasi kebutuhan hajiyah tahsiniyah (kebutuhan sekunder maupun dharuriyah (kebutuhan primer).
Dari segi historis maupun operasionalitas, bahstul masail NU merupakan forum yang sangat dinamis, demoktratis dan berwawasan luas. Dikatakan dinamis sebab persoalan (masail) yang digarap selalu mengikuti perkembangan hukum di masyarakat. Demokratis karena forum tersebut tidak ada perbedaan antara kiyai, santri yang tua maupun yang muda. Pendapat siapapun yang paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan berwawasan luas sebab dalam bahstul masail tidak ada dominasi madzhab dan selalu sepakat dalam khilaf.

0 komentar:
Posting Komentar