Home » » Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

A.     Pengertian Filsafat
Merupakan bidang ilmu yang rumit, kompleks dan sulit dipahami secara definitif. Namun demikian sebenarnya pendapat yang demikian ini tidak selamanya benar. Jikalau seseorang berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan itu
sumbernya rasio maka orang tersebut berfilsafat rasionalisme, demikian juga jikalau seseorang berpandangan bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah kenikmatan, kesenangan dan kepuasan lahiriah maka paham ini disebut hedonisme.
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “Philein” yang artinya “cinta” dan “Sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “Wisdom” (Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut:
  1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materjalisme, pragmatisme dan lain sebagainya.
  2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi, manusia mencapai suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia.
Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:
  • Metafisika
  • Epistemologi
  • Metodologi
  • Logika
  • Etika
  • Estetika

B.     Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ciri-cirinya sebagai berikut:
  1. Suatu kesatuan bagian-bagian
  2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
  3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
  4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem).
1.      Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara fisiologis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia “Monopluralis” yang memiliki unsur-unsur  susunan kodrat jasmani rohani, sifat kodrat individu makhluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri makhluk Tuhan yang Maha Esa.
2.      Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal. Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kwalitas). Secara ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada sila-sila Pancasila yaitu: Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil (anggoro, 1997:49).
Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, maka segala hal yang berkaitan dengan sifat hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila Pancasila. Sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan agama harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sila kedua Kemanusiaan  adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat, kerakyatan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat an keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil. (Notonagoro, 1975:50). 
Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1.      Sila Pertama
2.      Sila Kedua
3.      Sila Ketiga
4.      Sila Keempat
5.      Sila Kelima

3.      Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Adapun rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkulifikasi  tersebut adalah sebagai berikut: Sila ketuhanan yang maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

C.     Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materalisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di Dunia.


1.      Dasar Anropologis Sila-Sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa yang berkebutuhan yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. (Notonagoro, 1975:23). Pancasila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri.
Hubungan kesatuan antara negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat.
Berdasarkan uraian tersebut maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sila pertama ketuhanan yang maha esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa serta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia, sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia.
Sila ketiga persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradap serta mendasari dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha esa.
Sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan , maka pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa dan kemanusiaan dan persatuan.  Maka hakikat rakyat adalah sebagai akibat bersatunya manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha esa dalam suatu wilayah negara tertentu.
Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan yang hakikatnya kesesuaian dengan hakikat. Berbeda dengan sila-sila lainnya maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya yaitu : ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan. Dari manusia-manusia yang berketuhanan yang maha esa. Secara antologis hakikat keadilan sosial ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.

2.      Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Dasar Epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991:50).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: Pertama tentang sumber pengetahuan manusia, Kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, Ketiga tentang watak pengetahuan manusia. (Titus, 1984:20). Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikutt.
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang Sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat –istiadat seperti kebudayaan dan nilai religius maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dengan Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesatuan yang bersifat korespondensi.  Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhi dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila keempat sila lainnya serta sila kedua didasari sila pertama serta menjiwai dan mendasari sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila keempat dan kelima, sila keempat didasari sila kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai sila-sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Kedua isi arti Pancasila yang umum kolektif yaitu terutama dalam tertib hukum Indonesia. Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis (Lihat Notonagoro, 1975:36,40).
Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok  yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur :Fisis anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur jiwa (rohani) manusia  terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu : Akal, yaitu suatu potensi unsur unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia. Rasa yaitu unsur potensi jiwa manusia dalam tingkatan kemampuan estetis (keindahan). Adapun kehendak adalah unsur potensi jiwa manusia dalam kaitannya dengan bidang moral atau etika.


3.      Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasa aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam terori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titk tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dasar hierarkirnya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta realisasi pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit.

D.    Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.      Dasar Filosofis
Dasar pemikiran filosof yang terkandung dalam setiap sila, dijelaskan nilai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia . nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikatnya maknanya yang terdalam menunjukan adanya sifat –sifat yang umum universal dan abstrak.
b.      Inti nilai-nilai Pancasila akan tetapi ada sepanjang masa dalam kehidupan bangas Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
c.       Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 , menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Hal ini sebagaimana tertkandung dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat  Tap. No. V/MPR/1973.Jo.Tap.No.IX/MPR/1978.

2.      Nilai-nilai Pancasila segbagai Nilai Fundemental Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan 1945 secara Yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundemental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang di dalam nya memuat nilai-nilai pancasila mengandung empat pokok pikiran yang bilamana di analisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabatan dari nilai-nilai Pancasila.
Dalam pengertian seperti inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Selain itu, bahwa nilai-nilai pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.
E.     Inti Isi Sila-sila Pancasila
Adapun nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut:
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai  keempat sila lainnya.
2.      Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tingkat harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab ini mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Persatuan Indonesia
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis  yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.  Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme religius.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Nilai filosof yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah (1) keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. (3) keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik. Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang terus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.

Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antara bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap Bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).

Ditulis Oleh : Unknown ~Materi Pendidikan

seocips.com Anda sedang membaca artikel berjudul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat yang ditulis oleh Materi Pendidikan yang berisi tentang : yang suka dengan artikel tersebut silahkan Download dan klik share...

Blog, Updated at: 23.23

0 komentar:

Posting Komentar