Home » » Hak Dan Kewajiban Etika Profesi Hukum

Hak Dan Kewajiban Etika Profesi Hukum

BAB I
HAK DAN KEWAJIBAN
ETIKA PROFESI HUKUM
1.    Pengertian Notaris
Empat istilah notaris pada zaman Italia Utara:
1.    Notarii: pejabat istana melakukan pekerjaan administratif;
2.    Tabeliones: sekelompok orang yang melakukan pekerjaan tulis menulis, mereka diangkat tidak sebagai pemerintah/kekaisaran dan diatur oleh undang-undang tersebut;

3.    Notaris: pejabat yang membuat akta otentik.
Karel de Grote mengadakan perubahan-perubahan dalam hukum peradilan notaris, dia membagi notaris menjadi:
1.    Notarii untuk konselor raja dan kanselarij paus;
2.    Tabelio dan clericus untuk gereja induk dan pejabat-pejabat agama yang kedudukannya lebih rendah dari paus.
Pada abad ke 14, profesi notaris mengalami kemunduran dikarenakan penjualan jabatan notaris oleh penguasa demi uang dimana ketidaksiapan notaris dadakan tersebut mengakibatkan kerugian kepada masyarakat banyak.
Sementara itu, kebutuhan atas profesi notaris telah sampai di Perancis. Pada abad ke 13, terbitlah buku Les Trois Notaires oleh Papon. Pada 6 oktober 1791, pertama kali diundangkan undang-undang di bidang notariat, yang hanya mengenal 1 macam notaris. Pada tanggal 16 maret 1803 diganti dengan Ventosewet yang memperkenalkan pelembagaan notaris yang bertujuan memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat umum. Pada abad itu penjajahan pemerintah kolonial Belanda telah dimulai di Indonesia. Secara bersamaan pula, Belanda mengadaptasi Ventosewet dari Perancis dan menamainya Notariswet. Dan sesuai dengan asas konkordasi, undang-undang itu juga berlaku di Hindia Belanda/ Indonesia.
Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem, sekretaris dari College van Schenpenen di jakarta pada tanggal 27 agustus 1620. Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya.
Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir magister kenotariatan.
Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald 1860 nomor 30).
Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.
Sebagai pejabat umum notaris adalah:
1.    Berjiwa pancasila;
2.    Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;
3.    Berbahasa Indonesia yang baik;
Sebagai profesional notaris:
1.    Memiliki perilaku notaris;
2.    Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;
3.    Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.
2. Syarat diangkat menjadi notaris sesuai dengan UUJN pasal 3
1.    Warga negara Indonesia
Karena notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagian dari fungsi publik dari negara, khususnya di bagian hukum perdata. Kewenangan ini tidak dapat diberikan kepada warga negara asing, karena menyangkut dengan menyimpan rahasia negara, notaris harus bersumpah setia atas Negara Republik Indonesia, sesuatu yang tidak mungkin bisa ditaati sepenuhnya oleh warga negara asing.
2.    Berumur minimal 27 tahun
     Umur 27 tahun dianggap sudah stabil secara mental dan emosional.
3.    Bertakwa kepada tuhan YME
Diharapkan notaris tidak akan melakukan perbuatan asusila, amoral dll.
4.    Pengalaman
Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 1 tahun berturut-turut pada kantor notaris, atas prakarsa sendiri atau rekomendasi organisasi notaris setelah lulus magister kenotariatan; Supaya telah mengetahui praktek notaris, mengetahui struktur hukum yang dipakai dalam pembuatan aktanya, baik otentik ataupun di bawah tangan, dan mengetahui administrasi notaris.
5.    Ijazah
Berijazah sarjana hukum dan lulusan strata dua kenotariatan; telah mengerti dasar-dasar hukum Indonesia.
6.    Non-PNS
Tidak berstatus pegawai negeri, pejabat negara, advokat, pemimpin maupun karyawan BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta atau jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris. Notaris tidak boleh merangkap jabatan karena notaris dilarang memihak dalam kaitannya sebagai pihak netral supaya tidak terjadi beturan kepentingan.
3. Kewenangan notaris menurut UUJN (pasal 15)
1.    Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yag dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2.    Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.
1.    Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).
2.    Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
3.    Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).
4.    Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
5.    Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.
6.    Membuat akta risalah lelang.
7.    Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).
4. Kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16)
1.    Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2.    Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.
3.    Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4.    Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5.    Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:
•    Yang membuat notaris berpihak,
•    Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;
•    Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;
•    Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.
Formasi notaris ditentukan berdasarkan:
•    Kegiatan dunia usaha;
•    Jumlah penduduk;
•    Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris setiap bulannya.


















BAB  II
RUANG LINGKUP
ETIKA PROFESI HUKUM
1.    Latar belakang masalah Ruang Lingkup Etika Profesi Hukum
Untuk melaksanakan suatu fungsi, pada semua lini dalam setiap bidang pada dasarnya terdapat beberapa unsur pokok, yaitu : Tugas, yang merupakan kewajiban dan kewenangan. Aparat, orang yang melaksanakan tugas tersebut. Lembaga, yang merupakan tempat atau wadah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi aparat yang akan melaksanakan tugasnya.
Bagi seorang aparat, mendapatkan tugas merupakan mendapatkan kepercayaan untuk dapat mengemban tugas dengan baik dan harus dikerjakan dengan sebaiknya. Untuk mengerjakan tugas tersebut akan terkandung sebuah tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengerjakan tugas tersebut. Tanggung jawab dapat dibedakan menjadi 3 hal yakni : moral, tehnis profesi dan hukum.
Tanggung jawab hukum merupakan tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan rambu-rambu hukum yang telah ada, dan wujud dari pertanggung jawaban ini merupakan sebuah sanksi. Sementara itu tanggung jawab moral merupakan tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan yang bersangkutan (kode etik profersi).
Pada dasarnya tuhan menciptakan manusia tidaklah sendiri diperlukannya berinteraksi dan bekerjasama dengan oranglain dalam melakukan tugasnya. Namun dalam menjalankan tugasnya sering kali manusia harus berbenturan dengan satu samalain. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah pranata sosial berupa aturan-aturan hukum. hukum melalui  peradilan akan memberikan prelindungan hak, terhadap serangan atas kehormatan dan herga diri  serta memulihkan hak yang terampas.
2. KEDUDUKAN HAKIM
1.  Secara Formal
Kedudukan hakim telah diatur didalam undang – undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan – ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana telah diubah dengan undang – undang No. 35 tahun 1999, undang – undang tersebut didasarkan pada UUD- 1945 pasal 24 dan 25 beserta penjelasannya, sebagaimana telah diubah dengaan perubahan ke 3  tanggal 9 november 2001.  Selanjutnya  ketentuan – ketentuan pokok tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam undang – undang tentang mahkamah agung  maupun undang – undang tentgang peradilan umum juga tata usaha Negara dan peradilan militer. Dalam fungsi dan tugas tersebut. Hakim berkedudukan sebagai pejabat Negara sebagaimana diatur dalam undang – undang No.8 tahun 1974, sebagaimana telah di ubah dengan undang – undang No.43 tahun 1999 tentang pokok – pokok kepegawaian.
 2.  Kontroversi Kedudukan Hakim
Kedudukan sebagai pemberi keadilan itu sangat mulia, sebab dapat dikatakan bahwa kedudukan itu hanyalah setingkat di bawah Tuhan Yang Maha Esa Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa hakim itu bertanggung jawab langsung kepada-NYA. Disamping itu hakim juga mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat.  Namun walaupun begitu hakim tetap manusia biasa yang bisa salah, keliru, dan khilaf. Dalam ke khilafan, orang mempunyai niat yang baik tapi pelaksanaan melakukan kealpaan. Dalam kekeliruan, orang mempunyai niat yang baik tapi pengetahuannya tidak baik, sehingga pelakjsanaan nya kliru. Dalam pelaksanaan nya terkadang kesalahan terjadi karena adanya niatan yang tidak baik walaupun pengetahuannya sebenarnya baik, sehingga dalam pelaksanaan nya secara sadar melakukan kesalahan.
4.  Fungsi Dan Tugas Hakim
Berdasarkan keturunan-keturunan formal tersebut fungsi dan tugas hakim adalah sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan, yang pada dasarnya adalah mengadili.
Kata mengadili merupakan ru,musan yang sederhana, namun didalamnya terkandung pengertian yang sangat mendasar, luas dan mulia, yaitu meninjau dan menetapkan suatu hal secara adil atau memberikan keadilan. Pemberian kadilan tersebut harus dilakukan secara bebas dan mandiri. Untuk dapat mewujudkan fungsi dan tugas tersebut, penyelenggaraan peradilan harus bersifat tekhnis profesional dan harus bersifat non politis serta non pertisan. Peradilan dilakukan sesuai standart profesi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, tanpa pertimbangan-pertimbangan politis dan pengaruh kepentingan pihak-pihak.
5.  Kode Etik Profesi Hakim
Sebagai salah satu upaya mewujudkan fungsi dan tugas hakim, dusun kode etik profesi hakim oleh IKAHI yang merupakan pedoman prilaku. Naskah lengkap kode etik profesi hakim sebagaimana dirumuskan dalam Munas XIII di bandung tahun2001.
6. Etika Profesi Dan Kode Etik Hakim 
Profesi hakim sebagai salah satu bentuk dari profesi hokum sering digambarkan sebagai pemberi keadilan. “etika” berasal dari bahasa yunani, ethos dalam kamus Webster new world dictionary, etika didefinisikan sebagai “the characteristic and distinguishing attitudes, habits, belive, etc, of an individual or of group”  dengan kata lain, etika merupakan system nilai-nilai dan norma-normna yang berlaku yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkahlakunya.
Istilah etika sering dikaitkan dengan tindakan yang baik atau etika berhubungan dengan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tgentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Sedang profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan, kejujuran tertentu. Sedangkan kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai suatu landasan tingkah laku. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal etika moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan  jalannya profesi yang bersangkutan dalam hal ini profesi hukum ( hakim)
Istilah profesi dalam kamus Webster new world dictionary didefinisikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang memerlukan pendidikan atau latihan yang maju dan melibatkan keahlian intelektual, seperti dalam bidang obat-obatan, hokum, teologi, engineering dan sebagainya. Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan dengan cara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan.





















BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.     setiap bidang profesi mempunyai nilai-nilai yang merupakan pedoman dalam prikehidupan profesi yang bersangkutan. Demikianlah, pada lingkungan profesi hakim Indonesia, terdapat kode etik profesi. Kode etik profesi hakim Indonesia, didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di indonesia walaupun tentunya juga mengandung nilai-nilai yang bersifat universal bagi hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman.
2.    kedudukan hakim secara formal telah diatur didalam undang – undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan – ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana telah diubah dengan undang – undang No. 35 tahun 1999, undang – undang tersebut didasarkan pada UUD- 1945 pasal 24 dan 25 beserta penjelasannya, sebagaimana telah diubah dengaan perubahan ke 3  tanggal 9 november 2001.
3.     fungsi dan tugas hakim adalah sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan, yang pada dasarnya adalah mengadili.
4.    lembaga untuk memantau, memeriksa, membina dan untuk merekomendasikan tingkahlaku hakim yang melanggar atau diduga melanggar kode etik profesi hakim dalam menjalankan tugasnya dibentuklah komisi kehormatan profesi hakim dan pengawasan hakim.

Daftar Pustaka

Prof.Adul kadir muhamad, SH. etika profesi hukum
Drs. Wildan Suyuthi, SH.MH, mahkamah agung RI, 2003, Jakarta
Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Kamus besar bahasa Indonesia. 1988 jakarta



Disusun oleh : Saifudin

Ditulis Oleh : Unknown ~Materi Pendidikan

seocips.com Anda sedang membaca artikel berjudul Hak Dan Kewajiban Etika Profesi Hukum yang ditulis oleh Materi Pendidikan yang berisi tentang : yang suka dengan artikel tersebut silahkan Download dan klik share...

Blog, Updated at: 13.05

0 komentar:

Posting Komentar